Rabu, 26 Oktober 2022

Dunia lain Dimataku

 Peta yang aku temukan di atas loteng rumah mengarahkanku pada semak rumput setinggi dua meter, sebuah labirin berukuran besar yang sebelumnya tak pernah kutemui. Seakan labirin muncul ketika peta ini kutemui untuk pertama kalinya. Pelataran labirin ini dipenuhi oleh dedaunan kering, menutupi seluruh tanah yang kupijak, tingginya hampir sebatas mata kaki.

Hampir tidak ada angin yang berembus di sini, terlampau sunyi sampai takut untuk berpijak dan menimbulkan suara berisik dari daun kering. Tempat ini pun bisa dibilang cukup sempit, sampai bahuku bersentuhan dengan dua sisi tembok labirin.

Hampir empat puluh menit aku berjalan di sini, sialnya aku tak menemukan tanda-tanda jalan keluar dari tempat ini. Langkahku mulai kelelahan, dan rasanya semakin pengap. Baru ingin mengistirahatkan tubuhku, aku mendengar sebuah suara ganjil dari ujung labirin, kontras sekali dari suasana sunyi sebelumnya. Ada suara cekikikan yang semakin keras, sukses membuat bulu kudukku berdiri. Sampai suara itu terasa merambat dan terdengar tepat di samping telingaku, tubuhku membeku.

Berusaha bangun dan berbalik menjauhi sumber suara, dengan paksa aku menyeret kedua kakiku yang masih kaku saking terkejutnya. Kini, suara itu semakin mengaung liar, ditambah langkah-langkah kaki tak karuan yang terdengar di setiap jengkal tubuhku yang menjauh.

“Arrrkkk” suara itu seolah menghantuiku.

Sampai akhirnya aku tak sanggup lagi untuk membawa diriku, menghentikan setiap pergerakan dengan dedaunan yang menenggelamkan sekujur tubuhku dengan perlahan. Suara itu terdengar semakin gila, sampai mataku yang semakin berat melihat sosok yang begitu tinggi dan lebar, melihatnya membuatku semakin menggigil seakan ia akan melahap diriku hidup-hidup, wajahnya yang terlihat jauh di atas sana menampilkan seringai lebar, dan akhirnya darah berjatuhan dari atas langit.

Baca juga: 10 Cerpen Remaja

Pamali

“Perempuan jangan duduk di depan pintu!”

“Jangan pulang malam-malam!”

“Jangan mandi magrib!”

“Jangan menyapu halaman malam!”

Begitulah berbagai macam pamali atau larangan yang dilontarkan ibu kepadaku. Apakah kau mempercayainya?

Sebetulnya aku tak percaya. Namun, saat makhluk aneh itu selalu mengikuti setelah pulang kerja. Mungkin aku mempercayainya.

Makhluk itu entah perempuan atau lelaki. Badannya kekar seperti lelaki, tapi rambutnya panjang seperti perempuan. Bajunya compang-camping penuh darah. Pertama kali aku bertemu dengannya ia membuatku kaget dengan kemunculannya di tengah jalan menghalangi laju motorku. Lalu ia terus mengikutiku bahkan sampai rumah.

Seminggu pertama, aku demam tinggi. Ibu sampai khawatir dengan apa yang terjadi. Ia memberikanku obat dokter pun tak mempan. Sampai akhirnya, ibu membawakan orang pintar ke rumah.

“Ada yang mengikuti anak ibu saat Si Neng pulang kerja. Saat ini masih di sini” ujar bapak-bapak tersebut.

Segera Ibu meminta bapak tersebut mengusirnya. Bapak itu pun membaca sesuatu, lalu seolah berpikir. Kurasakan tubuhku meregang di ambang sadar dan tidak sadar. Perlahan muncul satu bayangan, makhluk tersebut, ia berbicara kepadaku pelan.

“Aku merindukan adikku. Ia sepertimu.” Bayangan itu pun menghilang setelah ia mengucapkan kalimat tersebut. Badanku melemas dan tak sadarkan diri.


cerpen horor

 




IBU

Sang surya bersinar terik di atas kepalaku. Suasana panas nan kering membuat tubuhku tak henti-hentinya mengeluarkan keringat. Kulirik sebentar jam di tangan kiriku. Pukul 13.00. Berarti sudah hampir satu jam lebih aku mencari adik laki-lakiku, tapi tak kunjung kutemukan.
Ah, pasti dia pergi mengejar layang-layang lagi sampai lupa waktu makan. Gerutuku

Adik laki-lakiku itu, Daffa sangat suka bermain hingga lupa waktu. Pernah suatu ketika, dia pulang sehabis magrib dengan pakaian bernoda lumpur. Saat ditanyai dari mana, dia malah tersenyum polos mengatakan ketiduran di kebun. Tidak tahu saja aksinya membuatku dan ibu kerepotan mencarinya kemana-mana.

Seluruh tubuhku tersiram cahaya matahari. Aku bisa merasakan bajuku basah karena keringat. Pandanganku sedikit buram dan tenggorokan sangat kering. Sepertinya aku terlalu lama mencari Daffa dibawah sinar mentari.


Kakiku kini mulai berjalan kembali ke arah rumah. Aku akan mencari Daffa selepas istirahat sebentar. Aku terus berjalan langkah demi langkah hingga berhenti di sebuah rumah. Rumah kecil dengan pohon mangga agak besar di halamannya. Meskipun dibilang sederhana, nyatanya di rumah inilah aku membangun kenangan hidupku suatu per satu.

Perlahan kubuka pintu kayu itu. Begitu masuk aku langsung disambut oleh wangi harum masakan ibu yang tercium di seluruh ruangan. Wangi penuh rempah dengan sedikit bau cabai membuat perutku berteriak kelaparan.

Dengan langkah senang aku berjalan riang ke dapur. Bisa kulihat sosok wanita tua yang sedang berkutat di depan kompor. Aku tersenyum dan berteriak.
“Ibu!”

Atas teriakanku ibu tersentak kaget. Dia melihatku sembari mengusap dadanya. Hehe. Maafkan anakmu yang suka jahil ini ya bu.

“Udah gausah ngagetin sono gih, cuci tangan abis itu kita makan daging”
“Wah daging!”

Hanya dengan kata daging, mampu membuatku berseru gembira. Aku hanya hidup bersama ibu dan adikku. Sedangkan ayahku entah pergi kemana. Dia tak pernah mengirim pesan, dia bahkan tidak pernah mengirim uang untuk kebutuhan kami. Jadi wajar saja jika kami berhemat demi menekan pengeluaran bulanan.

Bagi keluarga kami yang seperti ini, daging menjadi makanan mewah yang jarang dikonsumsi.


Sudah terbayang lezatnya daging yang dicampur rempah dan bumbu di mulutku. Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi untuk mencuci tangan. Aku ingin segera memakan daging itu.

Aku begitu semangat memakan daging buatan ibu. Daging dengan kuah penuh rasa rempah dan sayuran membuatku melupakan sejenak hilangnya Daffa. Aku makan begitu lahap, hingga tidak menyadari ekspresi aneh ibuku saat dia melihatku makan.

Ugh. Aku berdahak kenyang. Daging buatan ibu memang sangat enak. Meskipun teksturnya agak aneh tapi, itu sangat enak.

Membayangkan daging lembut yang disatukan dengan segala macam sayuran membuatku ingin makan lagi. Apalagi saat ditambah nasi hangat dan sambal. Ah~ benar-benar kenikmatan dunia.

Sembari menunggu makanan-makanan itu tercerna aku berpikir tentang Daffa. Tadi saat aku bercerita Daffa hilang, ibu hanya menjawab tidak apa-apa. Mungkin ibu sudah terbiasa dengan Daffa yang suka kelayapan.
Namun, tetap saja aku khawatir sebagai kakaknya. Tidakkah ibu terlalu santai?

Memikirkan itu, aku kembali mengingat ingat sosok ibu yang merupakan tulang punggung keluarga. Aku mencintai ibu sebagai seorang anak. Dan aku berniat untuk terus berbakti kepadanya tentu saja. Bagaimanapun ibu adalah orang yang melahirkan dan membesarkanku. Terlebih perjuangannya memperjuangkan kehidupan kami bahkan dengan mentalnya yang sedikit terganggu.

Akan tetapi, ada beberapa hal yang tidak kutahu tentang ibu. Ibu kadang bekerja demi mendapat penghasilan tapi aku tidak tahu ibu bekerja sebagai apa. Selain itu jika berkaitan dengan keanehan ibu, aku teringat saat aku tidak sengaja memergoki ibu melakukan sesuatu yang aneh di dekat pohon mangga. Seperti menabur bunga di sekeliling pohon pada malam-malam tertentu.

Dan yang lebih mengherankan lagi ada satu ruangan di rumah yang sangat dilarang oleh ibu untuk dimasuki. Ruangan itu terletak paling pojok rumah. Ruangan dengan wangi bunga yang pekat dan tidak boleh dimasuki oleh siapapun selain ibu.

Rasa penasaranku selalu membuncah ketika memikirkan ruangan ini. Ibu yang menabur bunga dibawah pohon dan ibu yang tidak membiarkan siapapun masuk ke sebuah ruangan sangat mencurigakan. Jika ini dihubungkan, mungkin ada satu hal yang bisa terbesit.

Pesugihan.

Tapi aku tak ingin berburuk sangka. Tidak mungkin ibu bisa melakukan itu. Apalagi ibu merupakan orang yang cukup ketat dalam normal agama. Tapi… tidak menutup kemungkinan ibu akan melakukan itu… kan?

Aku terdiam. Semakin aku memikirkannya semakin aku penasaran. Bagai anak kecil yang penasaran dengan sesuatu yang baru, akupun tertarik dengan rahasia yang disimpan ibu. Jika tidak salah, ibu pergi beberapa waktu lalu kan? Kalau begitu aku bisa dengan mudah melihat isi ruangan itu!

Seolah mendapatkan ide cemerlang aku segera bergegas menuju ruangan itu. Dengan pelan-pelan aku memperhatikan sekitar. Ibu sepertinya tidak akan kembali dalam waktu dekat. Menguatkan tekadku sebentar, aku lantas membuka pintu sedikit demi sedikit.

Kriettt…
Begitu pintu terbuka, hanya ada kegelapan yang bisa terlihat. Ruangan itu begitu gelap tanpa ada yang bisa terlihat jelas. Wallpaper hitam yang dipasang membuat cahaya semakin susah masuk kesini.

Jantungku berdegup kencang. Kembali kekuatan niatku untuk masuk kesini. Perlahan aku masuk. Saat baru mengambil beberapa langkah, aku merasa kakiku menginjak sesuatu. Aku sedikit berjongkok melihat apa yang kuinjak. Disaat yang sama aku terkejut.

Benda yang kuinjak adalah kereta mainan milik Daffa. Tapi mengapa kereta itu berlumuran tinta merah? Tinta merah lengket ini seperti… darah.

Seketika tubuhku terdiam kaku. Baru saat aku menyadarinya, samar-samar tercium bau amis darah dan bau busuk bangkai bertebangan di udara, menggelitik hidungku.
Mungkinkah?!

Aku dengan panik berlari ke tembok, mencari sakelar lampu. Begitu lampu dinyalakan, tubuhku semakin membeku kaku. Ruangan ini tidak sepenuhnya hitam. Wallpapernya bercampur dengan darah merah tua kering.

Terlebih potongan daging kecil berserakan di lantai. Aku bisa melihat sesuatu yang mirip dengan *** di ember dekat meja. Belum lagi potongan yang berbentuk seperti **** anak kecil yang terdapat di samping ember itu. Aku mundur selangkah. Seluruh tubuhku menjerit, berkata aku harus keluar dari ruangan ini secepatnya! Tapi kakiku terpaku masih syok dengan pemandangan yang kulihat.

Pemandangan ini sangat menakutkan sekaligus menjijikan. Tanpa bisa dikontrol tubuhku gemetaran. Air mata juga mulai mengenang di sudut mataku. Dalam penglihatan yang kabur aku bisa melihat dari sudut ruangan baju yang tadi pagi dikenakan Daffa. Baju berwarna biru dengan karakter kartun di depannya kini telah sobek menjadi dua. Sama seperti kereta mainannya, baju itu juga terkena cipratan darah.

Aku semakin menangis. Daffa tidak hilang. Dia—

Krieett.
Tubuhku yang semula bergetar tiba-tiba membeku ketika mendengar suara pintu yang tertutup. Hanya ada satu orang yang bisa keluar masuk ke ruangan ini dengan mudah. Ibu. Mengetahui siapa yang masuk membuatku kembali bergetar ketakutan. Ibu pasti sangat marah saat tahu aku menyelinap masuk ke sini tanpa seizinnya.

Dengan tubuh gemetar aku berbalik perlahan. Dibelakang ibu tidak marah seperti yang kukira. Ibu hanya tersenyum lebar. Sangat lebar hingga kupikir bibirnya hampir robek.

“Ibu! A-aku—!”
Belum sempat kuselesaikan kalimatku, ibu perlahan berjalan ke depanku. Dia kemudian berbisik di telingaku. Suara lembutnya mengalun indah bagai alunan musik ke dalam pendengaranku, berbeda dengan isinya yang sangat tidak terduga.
“Daffa masih hidup. Buktinya dia ada di perut kamu kok.”

Apa? Aku terdiam berusaha mencerna maksud ibu. Daffa ada di dalam perutku? Apa maksudnya? Seakan mengetahui aku yang tengah dilanda kebingungan ibu kembali berucap.

“Daging tadi enak kan?”

Baru saat itulah aku menyadari maksud ibu. Daging yang kumakan, daging dengan tekstur yang berbeda dari daging ayam atau sapi. Itu bukan daging hewan. Itu daging—manusia.

Segera setelah menyadarinya, aku langsung berjongkok mengeluarkan semua isi perutku. Rasa mual yang sedari tadi kurasakan dan perkataan ibu membuatku memuntahkan makanan yang kumakan tadi. Aku terus memuntahkan isi lambungku sampai mataku berair.

Di muntahan itu masih terlihat daging sisa yang belum sempat tercerna. Aku berjongkok menangis dan terus merasa mual. Aku memakan daging adikku sendiri. Aku ingin percaya ini hanya bunga tidur semata dan bukan kenyataan. Akan tetapi seakan menertawakanku, bau darah terus menerus menari riang di sekitarku menusuk indra penciumanku.

Air mataku kembali mengalir bebas. Aku ingin merobek perutku sendiri, aku ingin berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi! Aku ingin kehidupanku yang damai kembali! Aku terus menangis sampai sebuah tangan menepuk pundakku.

Aku lupa. Karena terlalu sibuk menyangkal kenyataan aku sampai lupa bahwa aku tidak sendirian di ruangan ini. Aku mendongak melihat wajah ibuku. Wajah lembut itu masih sama dengan ibu yang kukenal tapi disaat yang sama wajah ibu terlihat asing. Bibirnya yang sentiasa tersenyum terbuka mengucapkan kata-kata. Kata-katanya terdengar seperti perintah hukuman atas kenakalanku.

“Kamu sayang banget sama Daffa kan? Mau ibu bantu buat ketemu dia?”

pengantin perempuan di bagasi

 

Pengantin Perempuan di Bagasi

©2020 Merdeka.com/pixabay

Pasangan muda, keduanya berusia 18 tahun, memutuskan bahwa mereka akan menikah setelah mereka lulus SMA. Ayah dari pengantin wanita tinggal di Palm Beach di sebuah rumah besar dan mampu membayar pernikahan besar untuk mereka. 

Singkatnya, mereka menikah dan pernikahan itu indah.

Setelah pernikahan, mereka mendapat resepsi besar di sebuah gedung tua dan semua orang mabuk. Ketika hanya ada sekitar dua puluh orang yang tersisa, pengantin pria memutuskan bahwa mereka harus bermain petak umpet.

 Semua orang setuju dan pengantin pria adalah “itu.” Sementara dia menutupi matanya, mereka semua menemukan tempat persembunyian.

Setelah sekitar dua puluh menit semua orang telah ditemukan kecuali pengantin wanita. Para tamu mencari ke mana-mana dan merobek seluruh tempat untuk mencarinya. 

Beberapa jam kemudian pengantin pria sangat marah, mengira pengantin wanita memainkan tipuan mengerikan padanya. Akhirnya, semua orang pulang.

Beberapa minggu kemudian pengantin pria, setelah mengajukan laporan orang hilang, menyerah mencarinya. Patah hati, ia mencoba melanjutkan hidupnya.

Tiga tahun kemudian seorang wanita tua kecil sedang membersihkan bangunan tua, tempat resepsi diadakan.

Dia kebetulan berada di loteng dan memperhatikan belalai tua. Dia membersihkannya, dan, karena penasaran, membukanya. Dia berteriak dan segera berlari keluar dari gedung, lalu memanggil polisi.

Rupanya, pengantin wanita telah memutuskan untuk bersembunyi di bagasi karena sedang bermain petak umpet. Ketika dia duduk, tutupnya jatuh, membuatnya pingsan dan menguncinya di dalam. 

Dia mati lemas setelah sehari atau lebih. Ketika wanita tua itu menemukannya, dia membusuk, mulutnya ternganga seperti sedang menjerit.

Rabu, 31 Agustus 2022

 Makanan - makanan khas dunia

c.Makanan khas 

1. Sushi

Sushi

Sushi adalah hidangan yang menggabungkan nasi cuka dan makanan laut (meskipun kadang-kadang bahan lain juga digunakan). Ada jenis sushi yang difermentasi, yang dikenal sebagai nare-zushi, tetapi jenis sushi yang paling umum adalah nigirizushi dan temakizushi. Bagi Anda yang tidak suka ikan mentah, ada banyak bahan-bahan lainnya yang tersedia, termasuk udang rebus dan belut panggang. Sushi sudah menjadi makanan umum di Jepang sehingga Anda bisa dengan mudah menemukannya di seluruh negeri, tetapi sushi dari restoran di area elite seperti Ginza atau yang dekat dengan pelabuhan, rasanya akan lebih enak. Sebaliknya, apabila mencari sushi yang murah, Anda bisa mengunjungi kaitenzushi, atau rangkaian restoran sushi lainnya untuk menikmati sushi hanya seharga 100 yen per piring. 

2. Tempura

Tempura

Umumnya menggunakan makanan laut, sayur-sayuran segar dan bahan-bahan lainnya yang kemudian dicelupkan ke dalam adonan tepung dan mentega, lalu digoreng hingga renyah. Anda bisa menikmati tempura di berbagai jenis restoran, tetapi apabila Anda ingin rasa terbaik, kami merekomendasikan untuk pergi ke restoran spesialis tempura. Di sana, setiap hidangan akan langsung dibawa ke meja Anda begitu selesai dimasak, bahkan jika Anda memesan banyak!

 

3. Sukiyaki

Sukiyaki

Sukiyaki, hidangan daging dan sayur-sayuran yang direbus di panci besi. Bumbunya dikenal dengan nama warishita, terbuat dari kecap asin dan gula. Ada banyak variasi dalam penggunaan bahan-bahan dan cara makan sukiyaki tergantung pada daerahnya. Beberapa daerah ada yang mencampurkan telur kocok ke dalam bumbu untuk membuat rasa yang lebih ringan di mulut. Apabila Anda ingin menikmati banyak daging sapi, inilah hidangan yang tepat!

 

Dunia lain Dimataku

  Peta yang aku temukan di atas loteng rumah mengarahkanku pada semak rumput setinggi dua meter, sebuah labirin berukuran besar yang sebelum...